, Wahyu's Blog

Pages

Selasa, 09 Desember 2014

Begini Aksi Mahasiswa KPI UIN Alauddin Peringati Hari Anti Korupsi

Menurut hasil penelusuran sejarah, pada tanggal 9 Desember 2003, PBB sepakat melaksanakan sebuah konvensi yang dimaksudkan untuk memerangi korupsi. Sejak itulah, tanggal 9 Desember ditetapkan dan diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia (International Anti-Corruption Day).


Sebagaimana lazimnya, setiap peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia selalu diwarnai dengan aksi oleh masyarakat, termasuk mahasiswa. Seperti yang dilakukan oleh mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Alauddin Makassar pada hari Selasa (9/12/2014).

Mahasiswa KPI yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (HMJ KPI) bersama Komunitas I-brand UIN Alauddin Makassar memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia dengan menggelar aksi bagi kartu dan selebaran poster anti korupsi yang bertuliskan antara lain : “1+1=2 tidak akan terjadi jika hasilnya selalu dikorupsi, sedikit atau banyak tetap saja namanya korupsi, mari buang jauh-jauh perilaku koruptif”. Mereka menggelar aksi ini di lingkup Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.
Poster Anti-Corruption Day oleh HMJ KPI dan Komunitas I-brand
Selain membagikan selebaran atau poster, mereka juga meminta setiap pengelola jurusan, dosen, staf dan mahasiswa untuk berfoto sambil mengacungkan jempol ke bawah sebagai tanda mereka berani menolak untuk korupsi.

Pengurus HMJ KPI dan Komunitas I-brand









Kepala Laboratorium Dakwah FDK
Kepala Perpustakaan FDK
Staf Perpustakaan FDK
Staf Dekan FDK
Bendahara FDK
Staf Bagian Akademik FDK
Sekjur Komunikasi dan Penyiaran Islam
Sekjur Jurnalistik
Sekjur Bimbingan Penyuluhan Islam
Kajur Kesejahteraan Sosial
Kajur Ilmu Komunikasi
Sekjur Ilmu Komunikasi
Dosen FDK
Ketua BEM FDK

Aksi atau unjuk rasa tidak wajib turun ke jalan, membakar ban, memblokir jalan, apalagi sampai merusak fasilitas umum. Sebagai kaum intelektual muda, aksi yang elegan seperti ini bisa dilakukan oleh mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya. Apalagi dalam upaya memperbaiki citra "mahasiswa Makassar", yang meskipun kita akui cenderung berkarakter keras, namun tidak harus berarti anarkis dalam menyampaikan pendapat. Justru karakter keras itu lebih baik jika diwujudkan dalam bentuk kesadaran dan komitmen yang kuat untuk anti terhadap korupsi.
Salam mahasiswa!! Salam generasi anti korupsi!!

Senin, 01 Desember 2014

OLDAK HMJ KPI dan Intervensi Birokrat FDK

Berita 'FDK Gelar Olimpiade Dakwah' di website UIN Alauddin Makassar laris dikomentari oleh beberapa mahasiswa KPI. Bukan karena mereka senang, melainkan mereka kecewa atas pemberitaan ini, yang dari judulnya terkesan menampilkan bahwa OLDAK diadakan oleh FDK.


(Sumber : www.uin-alauddin.ac.id) 

(Sumber : www.uin-alauddin.ac.id)

"OLDAK kami laksanakan dari thun 2012 oleh HMJ KPI dan masuk dlm proker HMJ KPI, bukan Proker FDK. Tahun ini jumlah psrta kami bkan 184 pserta melainkn 342 pserta dan dari 28 sekolah. Kami hanya menggelar 7 lomba, lomba pidato 3 bhsa yg dilksanakan oleh fkultas cuma nebeng di OLDAK Kami. Tpi knpa lngsung diktkan FDK yg menggelar OLDAK??", demikian salah satu komentar dari ketua panitia OLDAK 3, AnThoz Nagg Shetherhap.

Apakah dapat dikatakan mahasiswa KPI bersikap arogan?? Oh, no...no...!! Olimpiade Dakwah atau OLDAK yang sejatinya sudah merupakan 'branding' HMJ KPI tentu tidak akan begitu saja dilepaskan oleh mahasiswa KPI. Jauh sebelumnya, OLDAK juga sempat dibahas oleh pimpinan FDK untuk dijadikan kegiatan fakultas. Tapi sekali lagi, mahasiswa KPI tidak akan membiarkan itu. Karena itu sama saja mengurangi daya magnet jurusan KPI.

Pemberitaan yang cenderung mengklaim OLDAK sebagai kegiatan FDK ini sebetulnya hanya salah satu penyebab kekecewaan beberapa mahasiswa KPI, khususnya pengurus HMJ dan panitia OLDAK yang selama pelaksanaan OLDAK kali ini kesannya terlalu diintervensi oleh birokrat FDK.


Dimulai ketika Lomba Pidato 3 Bahasa (LP3B) antar SMA/Sederajat oleh FDK yang sedianya diadakan sekitar 18 November kemarin, namun diundur lalu digabungkan ke OLDAK (meski dengan kepanitian yang tetap beda). Secara kasat mata, kita dapat berasumsi bahwa ini akan memperkuat OLDAK, utamanya masalah pembiayaannya. Tapi nyatanya tidak demikian, panitia malah merasa semakin kewalahan, terlebih lagi persoalan juknis dan publikasi kegiatan diserahkan begitu saja kepada panitia OLDAK, padahal LP3B juga memiliki kepanitiaan dan telah diSK-kan oleh dekan.

Tidak hanya sampai di situ, setelah OLDAK dibuka pada hari Rabu (26/11) kemarin, panitia dibuat bingung karena panitia LP3B menyampaikan bahwa akan diadakan acara pembukaan khusus untuk LP3B pada hari Jum’at (28/11). Jelas, bukan hanya panitia yang bingung, tapi yang lebih dibuat bingung adalah peserta dan pendamping OLDAK.


Barusanku dapat kegiatan yang pembukaannya sampai 2 kali”, ungkap salah seorang pendamping peserta kepada panitia.

Lalu pada penutupan OLDAK 3 hari Ahad (30/11) kemarin, panitia OLDAK kembali dibuat bingung ketika penutupan dirangkaikan dengan 3 kegiatan sekaligus. OLDAK itu sendiri, festival jurusan IKOM dan Porseni FDK. Jelas ini kembali menimbulkan banyak tanda tanya, terlebih karena tidak ada komunikasi tentang hal tersebut sebelumnya antar kepanitian 3 kegiatan yang berbeda ini. Pertanyaannya bukan hanya kenapa ketiganya harus dirangkaikan? Tapi, pertama, kenapa penutupan festival IKOM sekaligus penyerahan hadiahnya mesti dilakukan pada hari Ahad yang notabene mahasiswa sedang tidak kuliah Kedua, kalau toh ingin bersamaan harinya, kenapa tempatnya juga harus disamakan? Yang jadinya membuat kurang efektif penutupan OLDAK. Perlu diketahui juga bahwa seluruh perlengkapan penutupan, termasuk sound system, ruangan, dll itu disiapkan sendiri oleh KPI. Ketiga, penutupan Porseni FDK lagi-lagi membingungkan karena penutupannya sampai harus dua kali. Setelah ditutup oleh Wadek 1 bersamaan dengan penutupan OLDAK kemarin, hari Selasa (2/12) ini kembali akan diadakan acara penutupan sekaligus penyerahan hadiah.

Kembali ke OLDAK, sebagai salah seorang pencetus ide kegiatan ini, saya sarankan kepada pengurus HMJ tahun depan agar bisa melaksanakan OLDAK dengan lebih mandiri. Mandiri tanpa harus terlalu diintervensi oleh birokrat fakultas, dan mandiri dengan berusaha mengajak lebih banyak sponsorship. Sehingga kita bisa lebih leluasa berinovasi dan berkreasi melalui kegiatan akbar tahunan HMJ KPI ini.

Senin, 24 November 2014

Amtsalul Qur'an dan Penggunaannya dalam Berdakwah

(Sumber : Google)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah SWT memberikan pedoman hidup (way of life) kepada umat manusia melalui wahyu. Wahyu yang berisi pedoman hidup atau petunjuk dari Allah SWT diturunkan kepada para nabi dan rasul untuk kemudian disampaikan kepada umatnya. Wahyu tersebut ada yang berupa suhuf dan ada pula yang berupa kitab. Adapun perbedaanya adalah, suhuf masih berbentuk lembaran sedangkan kitab berbentuk buku (berjilid).
Al-Qur’an merupakan kitab terakhir (final revelation) yang disampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW dan ditujukan kepada seluruh umat manusia.  Al-Qur’an berisi pedoman hidup, pembeda antara yang hak dan batil, dan pembenaran kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an dapat pula dikatakan sebagai penerang karena berisi segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia. Muhammad Kamil Abdushshamad di dalam bukunya menerangkan tentang ilmu pengetahuan yang dikandung oleh Al-Qur’an. Dari ilmu falak (astronomi), ilmu lapisan bumi (geologi), ilmu arkeologi, ilmu geografi, ilmu pertanian (agronomi) dan tumbuhan (botani), ilmu hewan (zoologi), ilmu serangga (entomologi), ilmu biologi, ilmu kedokteran dan cabang-cabangnya, ilmu sosial (sosiologi), ilmu komunikasi, ilmu metafisika, ilmu musik imajinasi, dan ilmu statistik sampai ilmu ekonomi.[1] Maka sepantasnyalah umat manusia, khususnya umat Islam dapat mengenal, membaca, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an.
Selain sekelumit mukjizat ilmiah Al-Qur’an yang dipaparkan di atas, Al-Qur’an juga memiliki kemukjizatan dalam berbagai aspeknya. Salah satu aspek kemukjizatannya adalah aspek bahasa. Para pakar mengaku bahwa bahasa Al-Qur’an memiliki gaya bahasa yang sangat indah. Salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur'an adalah perumpamaan-perumpaannya yang diistilahkan dengan Amtsalul Qur'an. Sebuah kata yang memiliki makna yang tinggi dan hakikat yang dalam akan lebih menarik jika kata tersebut dikemas ke dalam bentuk ucapan yang mudah dipahami. Oleh karena itu, melalui makalah ini kami mengajak pembaca untuk membahas tentang Amtsalul Qur'an serta contoh penggunaanya dalam berdakwah.

B.    Rumusan Masalah
1.     Apa pengertian Amtsalul Qur’an?
2.     Apa macam-macam Amtsalul Qur’an?
3.     Apa hikmah Amtsalul Qur’an?
4.     Bagaimana penggunaan Amtsalul Qur’an dalam berdakwah?


BAB II
PEMBAHASAN 
A.    Pengertian Amtsalul Qur’an
Amtsal dalam Al-Qur’an mengandung makna tasybih, yaitu penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang serupa lainnya, dan membuat setara antara keduanya dalam hukum.[2] Amtsal merupakan bentuk jamak dari kata matsal (perumpamaan). Kata matsal, mitsl, dan matsil serupa dengan dengan kata syabah, syibh, dan syabih.[3] Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), amtsal (amsal) diartikan: misal; umpama; perumpamaan.[4]
Para ulama memberikan definisi tentang amtsal dengan redaksi yang berbeda-beda, berikut di antaranya:
1.  Rasyid Ridha
Amtsal adalah kalimat yang digunakan untuk memberi kesan dan menggerakkan hati nurani serta pengaruhnya akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam.[5]
2.  Ibn Al-Qayyim
تَثْبِيْهُ ثَيْءٍ بِثَيْءٍ فِيْ حُكْمِهِ وَ تَقْرِيْبُ المَعْقُوْلِ مِنَ المَحْسُوْسِ أَو أَحَدِ المَحْسُوْسِ مِنَ ألآخَرِ وَاعْتِباَرُ أَحَدِهِماَ بِالْآخَرِ
Terjemahannya:
Menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukumnya, mendekatkan sesuatu yang rasional (ma’qul) kepada yang indrawi (konkret, makhsus), atau salah satu dari keduanya dengan yang lainnya.[6]
3.  Muhammad Bakar Ismail
Amtsal adalah mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik berupa isti’arah, kinayah, atau tasybih.[7]
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Amtsalul Qur’an adalah salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur’an yang menampilkan sesuatu yang rasional dengan perumpamaan sesuatu yang dapat diindera (konkret) melalui perkataan yang menarik sehingga memberikan pengaruh yang mendalam terhadap jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun dalam bentuk lainnya (selain tasybih).
Salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung tasybih adalah pada Q.S. Yunus ayat 24:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ
Terjemahannya:
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit…
Pada penggalan ayat di atas, tampak jelas penggunaan tasybih. Maka tasybih semacam ini disebut tasybih sharih (penyerupaan secara langsung). Adapun penggunaan tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak langsung) salah satunya terdapat pada Q.S. Al-Hujuraat ayat 12:
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Terjemahannya:
Dan janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Adapun amtsalul Qur’an yang tidak mengandung tasybih, salah satu contohnya terdapat pada Q.S. Al-Hajj ayat 73:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Terjemahannya:
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.
Kalimat: “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun sebagai suatu amtsal” oleh Allah SWT disebut dengan amtsal, padahal di dalamnya tidak terkandung tasybih ataupun isti’arah.

B.    Macam-Macam Amtsalul Qur’an
Para mufassir membedakan amtsal menjadi tiga macam, yakni: amtsal musharrahah, amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.[8]
1.     Amtsal Musharrahah
Amtsal musharrahah adalah amtsal yang jelas, yakni jelas menggunakan kata-kata matsal (perumpamaan) atau kata yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).[9] Amtsal semacam ini banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, berikut salah satu di antaranya:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ (١٧) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَرْجِعُونَ (١٨) أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ (١٩) يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢٠)
Terjemahannya :
(17) Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
(18) Mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
(19) Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
(20) Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S Al-Baqarah ayat 17 - 20).
Pada ayat di atas, tampak jelas kata-kata yang menunjukkan perumpamaan atau penyerupaan, yaitu kata مَثَلُهُمْ (perumpamaan) dan أَوْ كَصَيِّبٍ (atau seperti). Ayat di atas  juga menunjukkan dua perumpamaan bagi orang munafik. Pertama, كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا  (seperti orang yang menyalakan api). Perumpamaan ini menyiratkan bahwa orang-orang munafik laksana orang yang menyalakan api dengan cara memeluk agama Islam secara formalitas, namun keislamannya tidak berpengaruh terhadap hati mereka sehingga Allah SWT menghilangkan cahaya  yang dinyalakan di hati mereka dan tetap membiarkan apinya terus menyala, ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ (Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka). Kedua, أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ  (atau seperti [orang-orang yang ditimpa hujan] dari langit). Maksudnya, orang-orang munafik  laksana orang yang ditimpa hujan diiringi dengan gelap gulita, guruh, dan kilat. Mereka menutup kedua telinganya dengan jari-jemarinya karena takut petir menimpanya. Hal ini menyiratkan bahwa segala perintah dan larangan Al-Qur’an yang turun kepada mereka seperti petir bagi kebenaran dan kebatilan, yang juga merupakan contoh amtsal musharahah.[10]
2.     Amtsal Kaminah
Amtsal kaminah adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas  kata-kata yang menunjukkan matsal (perumpamaan), tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, redaksinya singkat dan padat, serta mempunyai perngaruh tersendiri jika dipidahkan kepada yang serupa dengannya.[11]
Rosihon Anwar dengan mengutip dari Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, memberikan contoh amtsal kaminah melalui dialog berikut:
Al-Mawardi menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ishaq Ibrahim bin Muhdharib bin Ibrahim mengatakan bahwa bapaknya pernah bertanya kepada Al-Hasan bin Fadhil, “Engkau banyak mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan Arab dan Ajam dari Al-Qur’an. Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an ayat yang menyerupai ungkapan خَيْرُ اْلأُمُوْرِ أَوْسَطُهاَ (sebaik-baik urusan adalah yang berada di tengah-tengah)?” Al-Hasan menjawab, “Ya, ada pada empat tempat, yaitu :
1)        Q.S. Al-Baqarah ayat 68:
إِنَّهَا بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ
Terjemahannya:
…Sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu…
2)        Q.S. Al-Furqaan ayat 67:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧)
Terjemahannya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
3)        Q.S. Al-Israa’ ayat 110:
وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا
Terjemahannya:
…dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.
4)        Q.S Al-Israa’ ayat 29:
وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Terjemahannya:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.[12]

3.     Amtsal Mursalah
Amtsal mursalah adalah amtsal kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kata-kata tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai matsal.[13]
Mardan mengemukakan contoh amtsal mursalah dengan mengutip pendapat Al-Qurtubi, yakni terdapat pada Q.S. Al-Maaidah ayat 100:
قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Terjemahannya:
Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Ayat di atas berfungsi sebagai amtsal, yakni sikap orang yang istiqamah dengan orang yang tidak istiqamah.[14] Orang yang istiqamah tidak akan berubah pendiriannya, kendatipun (misalnya) ditawari dengan sejumlah materi. Contohnya: Pak Teguh diminta untuk menandatangani sebuah berkas proyek yang di dalamnya terdapat unsur korupsi. Pak Teguh ditawari dengan sejumlah uang. Namun, karena Pak Teguh adalah orang yang istiqamah, maka (وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ = meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu), ia menolak menandatangani berkas proyek tersebut.
Menurut As-Suyuthi dan Az-Zarkasyi, amtsal dalam Al-Qur’an terbagi dalam dua macam saja, yaitu musharrahah dan kaminah. Kedua pakar ini tampaknya tidak menjadikan mursalah sebagai bagian amtsalul Qur’an.[15]
Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan yang dikutip oleh Rosihon Anwar, para ulama berbeda pendapat dalam menanggapi amtsal mursalah.
1)     Sebagian ulama menganggap amtsal mursalah telah keluar dari etika Al-Qur’an. Ar-Razi berkomentar bahwa ada sebagian orang-orang menjadikan ayat لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (untukmu agamamu, dan untukku agamaku) sebagai perumpamaan ketika mereka lalai dan tak mau menaati perintah Allah. Ar-Razi lebih jauh mengatakan bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan sebab Allah tidak menurunkan ayat ini untuk dijadikan sebagai perumpamaan, tetapi untuk diteliti, direnungkan dan kemudian diamalkan.
2)     Sebagian ulama lain beranggapan bahwa mempergunakan amtsal mursalah boleh saja karena amtsal (termasuk amtsal mursalah) lebih berkesan dan dapat mempengaruhi jiwa manusia. Seseorang boleh saja menggunakan amtsal dalam suasana tertentu. Sebagaimana yang digunakan orang-orang yang menyesal karena tertimpa kesusahan.  Ia lalu menggunakan Q.S. An-Najm ayat 58:
لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ كَاشِفَةٌ
Artinya :
“Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah”[16]

C.    Hikmah Amtsalul Qur’an
Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan, hikmah Amtsalul Qur’an antara lain:
1.     Menampilkan sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk konkret yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga mudah diterima oleh akal. Sebagaimana perumpamaan Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 264 kepada orang yang menafkahkan hartanya dengan riya’, sehingga ia tidak mendapatkan pahala sedikit pun.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah), mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
2.     Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak menjadi seakan-akan sesuatu yang tampak, seperti yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275. Allah SWT mengumpakan orang yang malakukan riba seperti orang yang kemasukan syaitan, di mana jiwa orang yang dimasuki syaitan (roh halus) itu tidak tenteram.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

Terjemahannya:
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…
3.     Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat, seperti amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat-ayat di atas.
4.     Memotivasi orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya matsal bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Terjemahannya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
5.     Menjauhkan dan menghindarkan dari sesuatu yang dibenci jiwa (kebalikan dari hikmah yang ke-4). Sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-Hujuraat ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
6.     Memberikan pujian kepada orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Fath ayat 29:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Terjemahannya:
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
7.     Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya matsal tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat jalan hingga tidak mengamalkannya yang termaktub dalam Q.S. Al-A’raaf ayat 175-176:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (١٧٥) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (١٧٦) 
Terjemahannya:
(175) dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
(176) dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
8.     Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah SWT banyak menyebut amtsal dalam Al-Qur’an sebagai peringatan dan pelajaran.[17] Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Terjemahannya:
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al-Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat pelajaran. (Q.S. Az-Zumar ayat 27).
وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلا الْعَالِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Q.S. Al-‘Ankaabut ayat 43).
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Terjemahannya:
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (Q.S. Al-Hasyr ayat 21).

D.    Penggunaan Amtsalul Qur’an dalam Berdakwah
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak aspek yang bersifat abstrak, yang sulit dicerna oleh akal manusia. Sehingga dengan adanya amtsal maka akal lebih mudah memahaminya. Salah satu di antaranya adalah gambaran tentang terhapusnya pahala sedekah orang yang disertai riya’ (فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا = maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih). Gambaran pada ayat tersebut sangat bersifat abstrak sehingga terkadang sulit dipahami. Namun, setelah gambaran ini dikonversikan ke dalam bentuk amtsal, yakni sirnanya tanah di atas batu akibat hujan yang menimpanya, maka gambaran tersebut lebih mudah dipahami.
Rosihon Anwar mengutip pendapat Mushtafa Mansyur yang menyatakan bahwa setiap pendakwah harus membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan yang dapat mengetuk dan membuka hati pendengarnya sehingga ia dapat menyampaikan pesan-pesannya.[18] Salah satu metode yang dapat digunakan adalah melalui amtsal.
Rhoma Irama adalah contoh da’i yang menggunakan amtsal dalam beberapa lirik lagunya. Salah satu lagu Rhoma Irama yang menggunakan amtsal terdapat pada lagunya yang berjudul “Ghibah”:
Mengapa kau suka membukakan aib sesama
Ke sana ke mari kau cerita keburukannya
Semut yang di seberang lautan jelas kelihatan
Tapi gajah di pelupuk mata tiada kelihatan
Ah keterlaluan
Siapa yang suka membuka aib temannya
Berarti dirinya lebih hina dan tercela
Siapa yang suka menggunjingkan sesamanya
Berarti dia suka makan bangkai saudaranya
Jangan Anda berbuat ghibah
Pada penggalan lirik lagu Rhoma Irama di atas, setidaknya terdapat dua penggunaan amtsal. Pertama, pada kalimat “semut yang di seberang lautan jelas kelihatan tapi gajah di pelupuk mata tiada kelihatan”. Kalimat ini menggambarkan orang yang suka berbuat ghibah, yakni orang yang selalu mencari keburukan (aib) orang lain lalu menceritakannya, sementara keburukan pada dirinya sendiri tidak disadarinya. Kedua, pada kalimat “siapa yang suka menggunjingkan sesamanya, berarti dia suka makan bangkai saudaranya”. Sebagaimana yang dituliskan sebelumnya pada Q.S. Al-Hujuraat ayat 12 (أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا = adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?), maka amtsal pada penggalan lirik lagu Rhoma Irama tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa orang yang suka berbuat ghibah, maka oleh Allah SWT diumpakan seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Sehingga orang-orang akan enggan untuk melakukan perbuatan ghibah sebagaimana enggannya memakan bangkai.
Dengan demikian, sudah sepatutnyalah aktifis dakwah memperhatikan penggunaan amtsal sebagai salah satu media dalam penyampaian dakwahnya, agar materi dakwah yang disampaikan lebih mantap dan mampu menyentuh hati objek dakwah.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.  Amtsalul Qur’an adalah salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur’an yang menampilkan sesuatu yang rasional dengan perumpamaan sesuatu yang dapat diindera (konkret) melalui perkataan yang menarik sehingga memberikan pengaruh yang mendalam terhadap jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun dalam bentuk lainnya (selain tasybih).
2.    Amtsalul Qur’an dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
a.     Amtsal Musharrahah, yakni amtsal yang dengan jelas menggunakan kata-kata matsal (perumpamaan) atau kata yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).
b.     Amtsal Kaminah, yakni amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas  kata-kata yang menunjukkan matsal (perumpamaan), tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, redaksinya singkat dan padat, serta mempunyai perngaruh tersendiri jika dipidahkan kepada yang serupa dengannya.
c.  Amtsal Mursalah, yakni kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kata-kata tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai matsal.
3.      Hikmah Amtsalul Qur’an antara lain:
a.  Menampilkan sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk konkret yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga mudah diterima oleh akal.
b.  Mengungkapkan hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak menjadi seakan-akan sesuatu yang tampak.
c.     Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat.
d.  Memotivasi orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa.
e.     Menjauhkan dan menghindarkan dari sesuatu yang dibenci jiwa.
f.       Memberikan pujian kepada orang yang diberi matsal.
g.  Menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak.
h.   Lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati.
4.  Penggunaan amtsalul Qur’an sangat signifikan dalam pelaksanaan dakwah. Melalui media Amtsalul Qur’an, materi dakwah yang disampaikan oleh juru dakwah akan lebih mantap dan mampu menyentuh hati objek dakwah.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, 2005. Ilmu Tafsir, cet. III, Pustaka Setia, Bandung.

Kamil Abdushshamad, Muhammad, 2003. Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an, terj. Alimin, Gha’neim dan Uzair, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Offline Versi 1.3

Khalil Al-Qattan, Manna’, 2005. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, terj. Mifdhol Abdurrahman dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, cet. I, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur.

Mardan, 2009. Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, cet. I, Pustaka Mapan, Jakarta.


[1] Muhammad Kamil Abdushshamad, Mukjizat Ilmiah dalam Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Alimin, Gha’neim dan Uzair  (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003), h. xix.
[2]  Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh Mifdhol Abdurrahman dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Cet. I; Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2005), h. 352-353.
[3]    Ibid., h.353.
[4]    KBBI Offline Versi 1.3
[5]    Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 92.
[6]    Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 355.
[7]   Rosihon Anwar, op.cit., h. 93.
[8]  Mardan, Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh (Cet. I; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h. 173.
[9]    Rosihon Anwar, loc.cit.
[10]  Rosihon Anwar, op.cit.,  h. 95.
[11]  Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 358.
[12]  Rosihon Anwar, op.cit.,  h. 97-99.
[13]  Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 359.
[14]  Mardan, op.cit., h. 177.
[15]  Rosihon Anwar, op.cit., h. 107.
[16]  Ibid.
[17]  Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., h. 361-363.
[18]  Rosihon Anwar, op.cit., h. 113.