|
(Sumber : Google) |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Allah
SWT memberikan pedoman hidup (way of life) kepada umat manusia melalui
wahyu. Wahyu yang berisi pedoman hidup atau petunjuk dari Allah SWT diturunkan
kepada para nabi dan rasul untuk kemudian disampaikan kepada umatnya. Wahyu
tersebut ada yang berupa suhuf dan ada pula yang berupa kitab. Adapun
perbedaanya adalah, suhuf masih berbentuk lembaran sedangkan kitab berbentuk
buku (berjilid).
Al-Qur’an
merupakan kitab terakhir (final revelation) yang disampaikan kepada
Rasulullah Muhammad SAW dan ditujukan kepada seluruh umat manusia. Al-Qur’an berisi pedoman hidup, pembeda antara
yang hak dan batil, dan pembenaran kitab-kitab sebelumnya. Al-Qur’an dapat pula
dikatakan sebagai penerang karena berisi segala sesuatu yang diperlukan oleh
manusia. Muhammad Kamil Abdushshamad di dalam bukunya menerangkan tentang ilmu
pengetahuan yang dikandung oleh Al-Qur’an. Dari ilmu falak (astronomi), ilmu
lapisan bumi (geologi), ilmu arkeologi, ilmu geografi, ilmu pertanian
(agronomi) dan tumbuhan (botani), ilmu hewan (zoologi), ilmu serangga
(entomologi), ilmu biologi, ilmu kedokteran dan cabang-cabangnya, ilmu sosial
(sosiologi), ilmu komunikasi, ilmu metafisika, ilmu musik imajinasi, dan ilmu
statistik sampai ilmu ekonomi.
Maka sepantasnyalah umat manusia, khususnya umat Islam dapat mengenal, membaca,
memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an.
Selain sekelumit mukjizat ilmiah Al-Qur’an yang dipaparkan di atas, Al-Qur’an juga memiliki kemukjizatan dalam berbagai aspeknya. Salah satu aspek kemukjizatannya adalah aspek bahasa. Para pakar mengaku bahwa bahasa Al-Qur’an memiliki gaya bahasa yang sangat indah. Salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur'an adalah perumpamaan-perumpaannya yang diistilahkan dengan Amtsalul Qur'an. Sebuah kata yang memiliki makna yang tinggi dan hakikat yang dalam akan lebih menarik jika kata tersebut dikemas ke dalam bentuk ucapan yang mudah dipahami. Oleh karena itu, melalui makalah ini kami mengajak pembaca untuk membahas tentang Amtsalul Qur'an serta contoh penggunaanya dalam berdakwah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian Amtsalul Qur’an?
2.
Apa macam-macam Amtsalul Qur’an?
3.
Apa hikmah Amtsalul Qur’an?
4.
Bagaimana penggunaan Amtsalul
Qur’an dalam berdakwah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Amtsalul Qur’an
Amtsal dalam
Al-Qur’an mengandung makna tasybih, yaitu penyerupaan sesuatu dengan
sesuatu yang serupa lainnya, dan membuat setara antara keduanya dalam hukum.
Amtsal merupakan bentuk jamak dari kata matsal (perumpamaan). Kata matsal,
mitsl, dan matsil serupa dengan dengan kata syabah, syibh, dan
syabih.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), amtsal (amsal) diartikan: misal;
umpama; perumpamaan.
Para
ulama memberikan definisi tentang amtsal dengan redaksi yang
berbeda-beda, berikut di antaranya:
1. Rasyid Ridha
Amtsal adalah
kalimat yang digunakan untuk memberi kesan dan menggerakkan hati nurani serta pengaruhnya
akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam.
2. Ibn Al-Qayyim
تَثْبِيْهُ
ثَيْءٍ بِثَيْءٍ فِيْ حُكْمِهِ وَ تَقْرِيْبُ المَعْقُوْلِ مِنَ المَحْسُوْسِ أَو
أَحَدِ المَحْسُوْسِ مِنَ ألآخَرِ وَاعْتِباَرُ أَحَدِهِماَ بِالْآخَرِ
Terjemahannya:
Menyerupakan
sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukumnya, mendekatkan sesuatu yang rasional
(ma’qul) kepada yang indrawi (konkret, makhsus), atau salah satu dari keduanya dengan
yang lainnya.
3. Muhammad Bakar Ismail
Amtsal adalah
mengumpamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik berupa isti’arah, kinayah,
atau tasybih.
Dari
beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Amtsalul Qur’an
adalah salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur’an yang menampilkan sesuatu
yang rasional dengan perumpamaan sesuatu yang dapat diindera (konkret) melalui
perkataan yang menarik sehingga memberikan pengaruh yang mendalam terhadap
jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun dalam bentuk lainnya (selain tasybih).
Salah
satu ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung tasybih adalah pada Q.S. Yunus
ayat 24:
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ …
Terjemahannya:
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah
seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit…
Pada penggalan
ayat di atas, tampak jelas penggunaan tasybih. Maka tasybih semacam
ini disebut tasybih sharih (penyerupaan secara langsung). Adapun
penggunaan tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak langsung) salah
satunya terdapat pada Q.S. Al-Hujuraat ayat 12:
…وَلا
يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Terjemahannya:
Dan janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Adapun amtsalul Qur’an yang tidak mengandung tasybih,
salah satu contohnya terdapat pada Q.S. Al-Hajj ayat 73:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا
لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ
اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ
ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Terjemahannya:
Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah
olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah
sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah
dan Amat lemah (pulalah) yang disembah.
Kalimat: “Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah
sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun sebagai suatu amtsal”
oleh Allah SWT disebut dengan amtsal, padahal di dalamnya tidak
terkandung tasybih ataupun isti’arah.
B.
Macam-Macam
Amtsalul Qur’an
Para mufassir
membedakan amtsal menjadi tiga macam, yakni: amtsal musharrahah, amtsal
kaminah, dan amtsal mursalah.
1. Amtsal
Musharrahah
Amtsal musharrahah
adalah amtsal yang jelas, yakni jelas menggunakan
kata-kata matsal (perumpamaan) atau kata yang menunjukkan tasybih
(penyerupaan). Amtsal semacam ini banyak dijumpai
dalam Al-Qur’an, berikut salah satu di antaranya:
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ
بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ (١٧) صُمٌّ
بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَرْجِعُونَ (١٨) أَوْ
كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ
فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ
(١٩) يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ
كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ (٢٠)
Terjemahannya :
(17) Perumpamaan mereka
adalah seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.
(18) Mereka tuli, bisu dan
buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).
(19) Atau seperti
(orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar
suara) petir,sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
(20) Hampir-hampir kilat
itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Q.S
Al-Baqarah ayat 17 - 20).
Pada ayat
di atas, tampak jelas kata-kata yang menunjukkan perumpamaan atau penyerupaan,
yaitu kata مَثَلُهُمْ (perumpamaan) dan أَوْ كَصَيِّبٍ (atau
seperti). Ayat di atas juga menunjukkan
dua perumpamaan bagi orang munafik. Pertama, كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا (seperti
orang yang menyalakan api). Perumpamaan ini menyiratkan bahwa orang-orang
munafik laksana orang yang menyalakan api dengan cara memeluk agama Islam
secara formalitas, namun keislamannya tidak berpengaruh terhadap hati mereka
sehingga Allah SWT menghilangkan cahaya
yang dinyalakan di hati mereka dan tetap membiarkan apinya terus
menyala, ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ (Allah hilangkan cahaya (yang menyinari)
mereka). Kedua, أَوْ
كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ (atau
seperti [orang-orang yang ditimpa hujan] dari langit). Maksudnya,
orang-orang munafik laksana orang yang
ditimpa hujan diiringi dengan gelap gulita, guruh, dan kilat. Mereka menutup
kedua telinganya dengan jari-jemarinya karena takut petir menimpanya. Hal ini
menyiratkan bahwa segala perintah dan larangan Al-Qur’an yang turun kepada
mereka seperti petir bagi kebenaran dan kebatilan, yang juga merupakan contoh amtsal
musharahah.
2. Amtsal
Kaminah
Amtsal kaminah adalah
amtsal yang di
dalamnya tidak disebutkan dengan jelas kata-kata yang menunjukkan matsal (perumpamaan),
tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, redaksinya singkat dan
padat, serta mempunyai perngaruh tersendiri jika dipidahkan kepada yang serupa
dengannya.
Rosihon
Anwar dengan mengutip dari Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Husni, memberikan contoh
amtsal kaminah melalui dialog berikut:
Al-Mawardi
menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abu Ishaq Ibrahim bin Muhdharib bin
Ibrahim mengatakan bahwa bapaknya pernah bertanya kepada Al-Hasan bin Fadhil, “Engkau
banyak mengeluarkan perumpamaan-perumpamaan Arab dan Ajam dari Al-Qur’an.
Apakah engkau menemukan dalam Al-Qur’an ayat yang menyerupai ungkapan خَيْرُ اْلأُمُوْرِ أَوْسَطُهاَ (sebaik-baik urusan adalah yang berada di
tengah-tengah)?” Al-Hasan menjawab, “Ya, ada pada empat tempat, yaitu :
1)
Q.S. Al-Baqarah ayat 68:
…إِنَّهَا
بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ…
Terjemahannya:
…Sapi betina itu adalah sapi
betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu…
2)
Q.S. Al-Furqaan ayat 67:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا
وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (٦٧)
Terjemahannya:
Dan orang-orang yang apabila
membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan
adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
3)
Q.S. Al-Israa’ ayat 110:
… وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا
Terjemahannya:
…dan janganlah kamu
mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan
carilah jalan tengah di antara kedua itu.
4)
Q.S Al-Israa’ ayat 29:
وَلا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ
الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Terjemahannya:
Dan janganlah kamu jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
3. Amtsal Mursalah
Amtsal
mursalah adalah amtsal kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan kata-kata
tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai matsal.
Mardan
mengemukakan contoh amtsal mursalah dengan mengutip pendapat Al-Qurtubi,
yakni terdapat pada Q.S. Al-Maaidah ayat 100:
قُلْ
لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا
اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Terjemahannya:
Katakanlah: "tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, Maka bertakwalah kepada Allah hai
orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Ayat di atas berfungsi sebagai amtsal, yakni sikap orang
yang istiqamah dengan orang yang tidak istiqamah.
Orang yang istiqamah tidak akan berubah pendiriannya, kendatipun (misalnya)
ditawari dengan sejumlah materi. Contohnya: Pak Teguh diminta untuk
menandatangani sebuah berkas proyek yang di dalamnya terdapat unsur korupsi.
Pak Teguh ditawari dengan sejumlah uang. Namun, karena Pak Teguh adalah orang
yang istiqamah, maka (وَلَوْ
أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ = meskipun banyaknya yang
buruk itu menarik hatimu), ia menolak menandatangani berkas proyek
tersebut.
Menurut
As-Suyuthi dan Az-Zarkasyi, amtsal dalam Al-Qur’an terbagi dalam dua macam
saja, yaitu musharrahah dan kaminah. Kedua pakar ini tampaknya
tidak menjadikan mursalah sebagai bagian amtsalul Qur’an.
Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan yang dikutip oleh
Rosihon Anwar, para ulama berbeda pendapat dalam menanggapi amtsal mursalah.
1)
Sebagian ulama menganggap amtsal
mursalah telah keluar dari etika Al-Qur’an. Ar-Razi berkomentar bahwa ada
sebagian orang-orang menjadikan ayat لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (untukmu
agamamu, dan untukku agamaku) sebagai perumpamaan ketika mereka lalai dan
tak mau menaati perintah Allah. Ar-Razi lebih jauh mengatakan bahwa hal
tersebut tidak boleh dilakukan sebab Allah tidak menurunkan ayat ini untuk
dijadikan sebagai perumpamaan, tetapi untuk diteliti, direnungkan dan kemudian
diamalkan.
2)
Sebagian ulama lain
beranggapan bahwa mempergunakan amtsal mursalah boleh saja karena amtsal
(termasuk amtsal mursalah) lebih berkesan dan dapat mempengaruhi jiwa
manusia. Seseorang boleh saja menggunakan amtsal dalam suasana tertentu.
Sebagaimana yang digunakan orang-orang yang menyesal karena tertimpa
kesusahan. Ia lalu menggunakan Q.S.
An-Najm ayat 58:
لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ كَاشِفَةٌ
Artinya :
“Tidak ada yang akan
menyatakan terjadinya hari itu selain Allah”
C.
Hikmah
Amtsalul Qur’an
Menurut Manna’ Khalil Al-Qattan,
hikmah Amtsalul Qur’an antara lain:
1. Menampilkan
sesuatu yang ma’qul (rasional) dalam bentuk konkret yang dapat dirasakan
indra manusia, sehingga mudah diterima oleh akal. Sebagaimana perumpamaan Allah
SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 264 kepada orang yang menafkahkan hartanya
dengan riya’, sehingga ia tidak mendapatkan pahala sedikit pun.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي
يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا
يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
bertanah), mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan;
dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
2.
Mengungkapkan
hakikat-hakikat sesuatu yang tidak tampak menjadi seakan-akan sesuatu yang
tampak, seperti yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275.
Allah SWT mengumpakan orang yang malakukan riba seperti orang yang kemasukan
syaitan, di mana jiwa orang yang dimasuki syaitan (roh halus) itu tidak
tenteram.
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ
…
Terjemahannya:
Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila…
3.
Menghimpun makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat,
seperti amtsal kaminah dan amtsal
mursalah dalam ayat-ayat di atas.
4.
Memotivasi orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa. Misalnya matsal bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ
مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Terjemahannya:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
5.
Menjauhkan dan menghindarkan dari sesuatu yang dibenci jiwa (kebalikan
dari hikmah yang ke-4). Sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. Al-Hujuraat ayat
12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ
مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
6.
Memberikan pujian kepada orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Fath ayat 29:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ
فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ
فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا
Terjemahannya:
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang
yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi
berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.
7.
Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk
oleh orang banyak. Misalnya matsal tentang keadaan orang yang dikaruniai Kitabullah tetapi ia tersesat
jalan hingga tidak mengamalkannya yang termaktub dalam Q.S. Al-A’raaf ayat
175-176:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (١٧٥) وَلَوْ شِئْنَا
لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ (١٧٦)
Terjemahannya:
(175) dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri
dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda),
Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
(176) dan kalau
Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat
itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
8.
Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat,
lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah
SWT banyak menyebut amtsal dalam Al-Qur’an sebagai peringatan dan pelajaran. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَقَدْ
ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Terjemahannya:
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam
Al-Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka mendapat pelajaran. (Q.S. Az-Zumar ayat 27).
وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ
وَمَا يَعْقِلُهَا إِلا الْعَالِمُونَ
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk
manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Q.S. Al-‘Ankaabut ayat 43).
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا
مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Terjemahannya:
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada
sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan
ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk
manusia supaya mereka berfikir. (Q.S. Al-Hasyr ayat 21).
D.
Penggunaan
Amtsalul Qur’an dalam Berdakwah
Dalam
Al-Qur’an terdapat banyak aspek yang bersifat abstrak, yang sulit dicerna oleh
akal manusia. Sehingga dengan adanya amtsal maka akal lebih mudah
memahaminya. Salah satu di antaranya adalah gambaran tentang terhapusnya pahala
sedekah orang yang disertai riya’ (فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا = maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian
batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih).
Gambaran pada ayat tersebut sangat bersifat abstrak sehingga terkadang sulit
dipahami. Namun, setelah gambaran ini dikonversikan ke dalam bentuk amtsal,
yakni sirnanya tanah di atas batu akibat hujan yang menimpanya, maka gambaran
tersebut lebih mudah dipahami.
Rosihon
Anwar mengutip pendapat Mushtafa Mansyur yang menyatakan bahwa setiap pendakwah
harus membekali dirinya dengan pengetahuan-pengetahuan yang dapat mengetuk dan
membuka hati pendengarnya sehingga ia dapat menyampaikan pesan-pesannya.
Salah satu metode yang dapat digunakan adalah melalui amtsal.
Rhoma
Irama adalah contoh da’i yang menggunakan amtsal dalam beberapa lirik lagunya.
Salah satu lagu Rhoma Irama yang menggunakan amtsal terdapat pada
lagunya yang berjudul “Ghibah”:
Mengapa
kau suka membukakan aib sesama
Ke sana
ke mari kau cerita keburukannya
Semut
yang di seberang lautan jelas kelihatan
Tapi gajah
di pelupuk mata tiada kelihatan
Ah
keterlaluan
…
Siapa
yang suka membuka aib temannya
Berarti
dirinya lebih hina dan tercela
Siapa
yang suka menggunjingkan sesamanya
Berarti
dia suka makan bangkai saudaranya
Jangan
Anda berbuat ghibah
Pada penggalan
lirik lagu Rhoma Irama di atas, setidaknya terdapat dua penggunaan amtsal.
Pertama, pada kalimat “semut yang di seberang lautan jelas
kelihatan tapi gajah di pelupuk mata tiada kelihatan”. Kalimat ini
menggambarkan orang yang suka berbuat ghibah, yakni orang yang selalu
mencari keburukan (aib) orang lain lalu menceritakannya, sementara keburukan
pada dirinya sendiri tidak disadarinya. Kedua, pada kalimat “siapa
yang suka menggunjingkan sesamanya, berarti dia suka makan bangkai saudaranya”.
Sebagaimana yang dituliskan sebelumnya pada Q.S. Al-Hujuraat ayat 12 (أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا = adakah seorang diantara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?), maka amtsal
pada penggalan lirik lagu Rhoma Irama tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa
orang yang suka berbuat ghibah, maka oleh Allah SWT diumpakan seperti orang
yang memakan bangkai saudaranya. Sehingga orang-orang akan enggan untuk
melakukan perbuatan ghibah sebagaimana enggannya memakan bangkai.
Dengan
demikian, sudah sepatutnyalah aktifis dakwah memperhatikan penggunaan amtsal
sebagai salah satu media dalam penyampaian dakwahnya, agar materi dakwah
yang disampaikan lebih mantap dan mampu menyentuh hati objek dakwah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Amtsalul Qur’an adalah
salah satu aspek keindahan bahasa Al-Qur’an yang menampilkan sesuatu yang
rasional dengan perumpamaan sesuatu yang dapat diindera (konkret) melalui
perkataan yang menarik sehingga memberikan pengaruh yang mendalam terhadap
jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun dalam bentuk lainnya (selain tasybih).
2.
Amtsalul Qur’an dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
a.
Amtsal Musharrahah, yakni amtsal
yang dengan jelas menggunakan kata-kata matsal (perumpamaan) atau kata
yang menunjukkan tasybih (penyerupaan).
b.
Amtsal Kaminah, yakni amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas kata-kata yang menunjukkan matsal (perumpamaan),
tetapi menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, redaksinya singkat dan
padat, serta mempunyai perngaruh tersendiri jika dipidahkan kepada yang serupa
dengannya.
c. Amtsal Mursalah, yakni kalimat-kalimat
bebas yang tidak menggunakan kata-kata tasybih secara jelas, tetapi
kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai matsal.
3. Hikmah Amtsalul Qur’an
antara lain:
a. Menampilkan sesuatu yang ma’qul
(rasional) dalam bentuk konkret yang dapat dirasakan indra manusia, sehingga mudah
diterima oleh akal.
b. Mengungkapkan hakikat-hakikat
sesuatu yang tidak tampak menjadi seakan-akan sesuatu yang tampak.
c. Menghimpun
makna yang menarik dan indah dalam satu ungkapan yang padat.
d. Memotivasi
orang yang diberi matsal untuk berbuat sesuai dengan isi matsal, jika ia merupakan sesuatu yang disenangi jiwa.
e. Menjauhkan
dan menghindarkan dari sesuatu yang dibenci jiwa.
f. Memberikan pujian kepada
orang yang diberi matsal.
g. Menggambarkan
sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang buruk oleh orang banyak.
h. Lebih
efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan
lebih dapat memuaskan hati.
4. Penggunaan amtsalul Qur’an
sangat signifikan dalam pelaksanaan dakwah. Melalui media Amtsalul
Qur’an, materi dakwah yang disampaikan oleh juru dakwah akan lebih mantap
dan mampu menyentuh hati objek dakwah.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihon, 2005. Ilmu Tafsir, cet.
III, Pustaka Setia, Bandung.
Mardan, 2009. Sebuah Pengantar Memahami
Al-Qur’an Secara Utuh, cet. I, Pustaka Mapan, Jakarta.