Kehidupan kupu-kupu dimulai dari telur. Telur yang biasanya diletakkan oleh kupu-kupu pada permukaan daun kemudian menetas menjadi ulat. Setelah tiba waktunya, ulat berubah menjadi pupa atau kepompong dan dalam beberapa hari akan menjadi kupu-kupu baru. Demikian proses siklus hidup yang terjadi pada kupu-kupu. Mulai dari telur yang kemudian menetas menjadi seekor ulat dan dianggap menjijikan, namun saat berhasil berubah menjadi seekor kupu-kupu, maka semua orang akan memuji keindahannya.
Kita perlu meyakinkan diri masing-masing bahwa kalau seekor ulat saja bisa menjadi elok dipandang ketika bermetamorfosis, so why not dengan manusia? Manusia yang telah memperoleh legitimasi oleh Allah SWT sebagai ahsani taqwim (makhluk paripurna) tentu jauh lebih berpotensi untuk menjadi insan yang lebih indah, lebih baik dan lebih mulia di mata sesama makhluk dan terlebih penting lagi di mata Sang Khalik.
Lalu apakah kita juga harus bermetamorfosis seperti kupu-kupu tadi? Yes, of course. Kita juga mesti melakukan metamorsis pada diri sendiri (metamorfoself). Namun, tidak berarti manusia harus berubah wujud dari ulat menjadi manusia, karena memang manusia bukanlah hasil perubahan dari larva layaknya kupu-kupu. Seekor ulat berhasil menjadi kupu-kupu setelah melalui rangkaian proses pendewasaan dalam kepompong. Sementara kita sebagai manusia bermetamorfosis dalam hal pendewasaan pemikiran dan perbuatan. Demikian yang terjadi pada seorang siswa yang beralih menjadi mahasiswa. Dua belas tahun lamanya berpredikat sebagai siswa dari jenjang sekolah dasar, menengah dan atas, kemudian menjadi seorang “maha” dari siswa itu sendiri. Melalui proses yang dilalui selama menjadi siswa maupun mahasiswa nantinya, ia dapat berubah menjadi lebih dewasa dalam berpikir maupun berbuat.
MaBa (Mahasiswa Baru) dan KuBa (Kupu2 Baru) |
Frasa “maha” di depan kata siswa menjadikannya begitu agung dan sarat dengan perubahan. Yang tadinya setiap hari mesti menjalani rutinitas di sekolah, dari pagi hingga siang, atau sore dengan kewajiban memakai seragam resmi setiap harinya. Kemudian seketika kata “maha” itu membuat banyak perubahan. Proses belajar mengajar (yang diistilahkan “kuliah”) dengan waktu yang lebih fleksibel, dengan pelajaran (yang diistilahkan “mata kuliah”) bisa dipilih sendiri, dan yang banter dinantikan biasanya oleh siswa adalah ketika menjadi mahasiswa nanti tidak harus memakai seragam resmi lagi. Seragam putih abu-abu bersama gelar siswanya akan menjadi kenangan indah.
Mahasiswa dituntut untuk lebih mandiri ketimbang saat menjadi siswa. Kalau sebelumnya hanya menjadi pendengar setia guru di sekolah, maka di sekolah tinggi mahasiswa harus berperan aktif baik sebagai pendengar terlebih lagi sebagai pembicara. Mahasiswa dituntut tidak hanya mengandalkan apa kata dosen namun juga dituntut untuk bisa seperti dosennya. Membuat makalah, mempresentasikan, kemudian mendisukusikannya bersama dosen dan mahasiswa lainnya merupakan aktivitas yang tidak boleh tidak dijalani bagi siswa yang beranjak menjadi mahasiswa.
Lantas, sedemikian sederhanakah proses metamorfosis dari siswa lama menjadi mahasiswa baru? Absolutelly no. Tidak semua telur yang disimpan kupu-kupu pada permukaan daun berhasil menetaskan ulat. Ketika berhasil menjadi ulatpun, masih ada kemungkinan untuk gagal menjadi kepompong yang akan berubah menjadi kupu-kupu yang cantik. Demikian halnya dengan manusia. Ketika budaya negatif dan kebiasaan tidak produktif saat masih berstatus siswa tetap dilakukan, maka kita bisa saja dicap sebagai siswa yang bercasing mahasiswa. Mahasiswa yang terus menerus bermental siswa. Bak telur yang terus-menerus menjadi telur yang bisa saja hancur dan membusuk, ataupun ulat yang terus-menerus menjadi ulat dan tidak akan berubah secantik kupu-kupu.
Maka dari itu, jangan mau kalah dengan kupu-kupu. Indahkan diri kita dengan bermetamorfosis dari siswa menuju sebenar-benarnya mahasiswa. Mahasiswa yang terpatri di hatinya agar senantiasa mengupayakan perbaikan untuk keindahan hidup dirinya dan orang lain, untuk kemuliaan agama, bangsa dan negaranya. Menjadi mahasiswa yang meneguhkan hatinya untuk menghindari duri-duri yang bisa menggagalkan dirinya menuju keindahan hidup di dunia dan di akhirat kelak. Selamat bermetamorfosis !
0 komentar:
Posting Komentar